Kamis, 12 Januari 2012

Batubara Tak Berikan Apa-apa untuk Sumsel

Palembang, SN
Sejauh ini kegiatan penambangan batubara tidak memberikan 'apa-apa' bagi pemerintah provinsi Sumsel. Sementara, banyak angkutan batubara yang melintasi jalan Tanjung Api-api (TAA) yang notabene merupakan jalan provinsi.
Hal ini diungkapkan Anggota Komisi III DPRD Sumsel, Agus Sutikno ditemui di gedung DPRD Sumsel, kemarin. Menurutnya, tidak ada kompensasi yang diberikan perusahaan batubara, untuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Sumsel.
Padahal kata Politisi PPP ini, truk bertonase antara 8-30 ton yang mengangkut batubara milik perusahaan pertambangan batubara di Sumsel tersebut dikeluhkan masyarakat merusak jalan sehingga jarak tempuh Palembang – Muaraenim yang biasanya 5-6 kini bisa menjadi 8-10 jam.
“Banyaknya angkutan batubara yang hilir mudik melintas di jalan nasional, mulai dari Lahat-Palembang sedikit banyak menyebabkan kerusakan jalan makin parah. Ternyata tidak ada kompensasi yang diberikan oleh perusahaan batubara swasta tersebut, walau angkutan batubara itu telah merusak jalan,” kritiknya.
Ia menambahkan, Tidak ada retribusi atau royalty yang diberikan mereka setiap ton batubara yang diangkut dari areal pertambangan. Berbeda dengan PT Bukit Asam (BA), yang memberikan sumbangan Rp 1000 setiap ton batubara yang diangkut.
“2010 lalu, PT BA memberikan Rp50 miliar untuk royalty dan Rp1000 perton nya. Sedangkan perusahaan batubara swasta tidak memberikan apapun,” jelas Agus.
Lebih lanjut Agus mengungkapkan, penerimaan Sumsel khusus dari perusahaan batubara milik swasta, berasal dari izin pertambangan dan izin angkutan. Namun izin tersebut hanya sekali. Selain itu, banyak juga angkutan batubara justru yang nomor polisi nya bukan berasal dari Sumsel atau non BG.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, Ahmad Yani membenarkan tidak ada pajak atau royalty yang diberikan perusahaan tambang batubara swasta di Sumsel untuk PAD Sumsel. Sebab, tambah Yani, ada aturan yang melarang pemerintah daerah untuk memungut pajak dan retribusi kepada perusahaan tambang swasta.
“Dalam UU Pajak, sudah jelas retribusi yang bisa dipungut pemerintah daerah. Ini mengakibatkan daerah, tidak bisa berkreatifitas untuk mencari penghasilan,” terangnya.
Kemudian sambung Yani, memang setiap tonase batubara yang dieksploitasi dari Sumsel tidak dipungut langsung oleh pemprov. Namun, ada pendapatan bagi hasil dari setiap tonase batubara yang di eksploitasi dari Sumsel. “Ada retribusi atau pajak yang ditarik dari setiap tonase batubara tersebut, namun pungutannya langsung dilakukan di pusat kemudian baru dilakukan bagi hasil,” ungkapnya
Sementara itu, disisi lain, Perda tentang Retribusi Izin Pengangkutan Barang Khusus dan Barang Berbahaya di Sungai dan atau Danau Lintas Kabupaten/Kota, yang disahkan tahun 2010 oleh DPRD dan Pemprov Sumsel, mendapat penolakan dari Pemerintah Pusat dalam hal Depdagri.
Padahal, dalam Perda itu, ada salah satu mata pasalnya disebutkan bahwa pemprov Sumsel mendapatkan kompensasi perusahaan batubara sebesar Rp15 ribu, untuk satu ton batubara.
“Kita akan kejar terus, melalui Dinas Perhubungan. Mengapa (Perda) itu di tolak pusat, sehingga perda tersebut tidak bisa di sahkan. Kita juga akan ke Jakarta menindaklanjuti kepusat kenapa perda ini di tolak,” tegas anggota Komisi IV DPRD Sumsel, Najib Madjan.
Menurut politisi asal Partai Golkar ini, pihaknya mengkhawatirkan ada pihak tertentu yang bermain di pusat, bahkan bukan tidak mungkin pengusaha batubara sendiri bermain di pusat sehingga Perda ini tidak di sahkan Depdagri. (awj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Press

My Slideshow: Ferdinand’s trip to Palembang, Sumatra, Indonesia was created by TripAdvisor. See another Palembang slideshow. Create your own stunning free slideshow from your travel photos.