Oleh Agus Harizal Alwie Tjikmat
SAAT ini seleksi untuk calom pimpinan KPK terus dilakukan. Tetapi kalau kita lihat dan dengar, seleksi capim komisi ini terjadi tarik ulur yang sangat tampak. Hal ini jelas karena banyaknya kepentingan yang ingin masuk. Ditambah lagi gaung dan taring komisi ini terus hilang, yang disebabkan banyaknya kasus korupsi yang tak selesai.
Kelemahan KPK sekarang belum bisa fokus dan masih berpihak ke penguasa. Harusnya hindari konflik, berpolitik, banyak bicara dan bersinergi. Pimpinan KPK yang terlalu banyak komentar di media membuatnya kehilangan makna.
Kinerja KPK selama ini sangat tak sebanding dengan anggaran yang disedotnya. Dari data tahun ini saja KPK belum bisa maksimal mengembalikan uang negara yang dimaling para koruptor. Setahun belakangan KPK hanya bisa mengembalikan Rp 500 miliar, sedangkan anggaran untuk sistem kerjanya bisa puluhan kali lipat.
mata anak panah KPK kini tak setajam dulu, semasa Antasari Azhar menjadi ketua. Kini KPK harus disibukkan dengan banyak kasus sendiri yang mendera, hal ini membuat KPK seperti 'dilemahkan'. Ingat saat akan digelar dengar pendapat KPK dengan DPRRI, pertemuan harus bubar karena status dua ketua KPK yang masih dianggap tersangka.
Sebenarnya bukan hanya faktor itu yang membuat KPK makin tarik ulur menyelesaikan kasus dan tak segarang dulu lagi.
Sangat terlihat banyak kepentingan yang masuk ke tubuh komisi ini. Mulai dari aroma politik, kekuasaan, atau kepentingan kelompok. Kondisi tersebut membuat KPK nampak sangat hati-hati untuk menangani kasus.
Kita ingat kasus Bank Century. Sangat mustahil KPK yang katanya punya peralatan sadap super canggih, tak bisa membuka kasus tersebut. Untuk masalah ini, tergantung dengan niat dan kepentingan yangs secara sadar melingkar di perangkat pemerintahan. Kasus Bank Century yang sudah menelan energi sangat banyak, akhirnya harus hilang ditepis isu lain yang lebih panas.
Tak hanya itu, ada beberapa kasus yang penangangananya sangat lama dan berlarut-larut. Ini kan memunculkan banyak pertanyaan dan dugaan miring.
Kasus Agus Condro yang akhirnya menyeret banyak politisi PDIP, terkuak tiga tahun yang lalu. Tetapi baru ada tindak lanjutnya di tahun 2011. Penyelesaian kasus inipun sangat tidak adil, karena sampai sekarang sang pemberi suap ternyata aman-aman saja.
Kondisi KPK hanya sebagai pelengkap juga nampak saat penanganan kasus Gayus Tambunan. Khusus untuk desakan agar KPK menangani kasus Gayus, terjadi adu argumen yang menghabiskan banyak energi. Disebut demikian karena ternyata penguasa seperti buta-tuli tak menggubris alasan utama mengapa desakan itu terus muncul.
Dari seleksi capim KPK ini nantinya sangat diharapkan muncul nama yang disegani. Bukan nama yang dikendalikan rezim agar bisa aman dan nyaman untuk menyelamatkan sisa masa kekuasaan. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar