Sekayu, SN
Beberapa tahun dibangun, terminal bus Kota Sekayu yang berlokasi di Jalan Lingkar Randik Sekayu, Musi Banyuasin (Muba) hingga saat ini belum berfungsi. Disamping sepi dan bangunan mulai rusak, tempat ini juga kerap dijadikan oknum masyarakat untuk berbuat prostitusi. Sama halnya yang berada di Kecamatan Betung jadi anjang pungli dan tempat maksiat, kondisi terminal tidak lagi dilalui kendaran.
Berdasarkan pantauan di lapangan, dalam kurun lima bulan terakhir tidak terlihat ada angkutan umum yang menurunkan atau sebaliknya menaikan penumpang di terminal ini. Suasana di tempat ini sepi dan hanya ada beberapa orang penghuni ruko tanpa aktivitas berarti. Sementara bangunan terminal berupa gedung utama, tempat loket dan sebagainya mulai kusam dan terkesan terbengkalai. Bahkan merek terminal yang dipasang pada bagian depan lokasi terminal tidak tahu lagi kemana hurufnya.
Kondisi memprihatinkan ini dianggap wajar kebanyakan sopir angkot wilayah Sekayu. Menurut mereka, tidak ada yang mau masuk terminal karena letaknya yang tidak strategis juga jauh dari pusat kota. Mereka pun lebih memilih terminal bayangan di sekitar Pasar Perjuangan Sekayu tanpa peduli akan membuat semrawut dan kemacetan di sana.
“Kita bukan tidak mau masuk terminal Pak. Di sana sepi dan jauh dari pusat keramaian. Di pasar ini saja penumpang sulit didapat apalagi di terminal itu,” kata Rohim, salah seorang sopir bus Mangunjaya-Palembang, Jumat (18/11).
Hal senada dikatakan Irawan, salah seorang sopir angkot. Menurut dia, pembangunan terminal tidak mempertimbangkan aspek strategis hingga tidak memiliki prospek yang baik. Akibatnya, para sopir enggan masuk terminal dan lebih memilih mencari penumpang dengan sistem jemput bola.
“Seingat saya terminal itu sudah ada sejak zaman Pak Alex (mantan Bupati Muba). Sampai saat ini belum pernah difungsikan. Malah sering dijadikan tempat bekule (pacaran) hingga praktik prostitusi,” ujarnya.
Dikonfirmasi terkait hal ini, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Muba Soefyan Wahidoen mengakui belum berfungsinya terminal tersebut karena beberapa alasan. Menurut dia, selain letaknya memang tidak strategis, pola pembangunan fasilitas terminal juga tidak sesuai dengan ciri khas terminal. Adanya ruko-ruko kecil tempat berdagang juga dinilai tidak cocok dengan desain terminal. Sebab kalaupun berfungsi, tentu akan mengundang kekacauan dan kemacetan. Lantaran terbengkalai, kata dia, ruko-ruko yang ada ini tidak jarang dijadikan oknum masyarakat sebagai tempat maksiat.
“Sebelum saya jadi Kadishub terminal itu sudah ada. Saya lihat di sana dibangun semacam ruko-ruko kecil tempat pedagang. Nah, menurut saya ini tidak baik dan perlu direlokasi. Sebab idealnya para pedagang mestinya di luar, bukan di dalam,” terang Wahidoen, seraya memastikan pihaknya akan memprioritaskan efektifitas terminal tersebut mulai 2012 mendatang. (her)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar