Oleh Agus Harizal Alwie Tjikmat
MEMPRIHATINKAN kondisi hutan lindung dan alam di wilayah Pagaralam sekitarnya. Kerusakan terus terjadi, yang semuanya disebabkan ulah tangan tak bertanggungjawab. Kebakaran hutan terus terjadi dan alam menjadi rusak.
Hal ini jelas karena pola ladang berpindah dan membuka lahan dengan cara dibakar.
Kemudian kerusakan hutan yang disebabkan karena perambahan hutan secara diam-diam atau Illegal Logging. Beberapakali terjadi banjir bandang yang cukup besar, yang penyebabnya karena hutan lindung dibabat habis.
Mengejutkan data yang menunjukkan, sekitar 5.340 hektare (ha) dari luas keseluruhan hutan lindung 28.740 hektare hutan di Pagaralam saat ini mengalami kerusakan cukup parah. Disebut mengejutkan, karena selama ini wilayah Pagaralam dikenal sebagai daerah yang alamnya masih terjaga, asri, dan tentu banyak orang yang berkunjung kesana karena hutannya masih hijau.
Tetapi keunggulan daerah dimana alam sebagai jualan wisata, justru tak dijaga dan dirawat. Dimana kendali dan peranan pemerintah atau penguasa di Pagaralam selama ini, hingga kerusakan hutan sedemikian parahnya?
Hal yang juga memprihatinkan, meskipun sudah dilakukan penanaman kembali, tapi hasilnya belum menunjukan kemajuan berarti. Bahkan di kawasan perbatasan dengan wilayah Kabupaten Muaraenim dan Kabupaten Lahat, keberadaan hutan lindung makin banyak terjadi perambahan.
Untuk diketahui data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Pagaralam, dari luas wilayah Kota Pagaralam mencapai 63.366 hekatare sudah sekitar 15 persen menjadi wilayah pemukiman dan hampir 30 persen merupakan areal perkebunan rakyat.
Kondisi ini membuat beberapa titik daerah yang sebenarnya wilayah hutan dan resapan air, sudah menjadi daerah pemukiman. Sampai bulan Desember 2009, wilayah Pagaralam dibagi lagi dalam hutan lindung seluas sekitar 28.740 hektare, hutan budidaya sekitar 24.336 hektare, terdiri dari lokasi pemukiman, persawahan, perkantoran, pasar, lahan sayuran, perkebunan dan infrastruktur masyarakat. Untuk kerusakan hutan lindung mencapai 7.340 hektare dan kini berkurang menjadi 5.340 hektare.
Saat ini secara umum kerusakan hutan di Indonesia merupakan permasalahan yang besar, bahkan sudah mencapai ambang mengkhawatirkan. Sudah banyak efek buruk untuk rakyat karena kerusakan hutan dan alam. Banjir bandang, tanang longsor dan bencana alam lainnya silih berganti datang, semua karena hutan yang dirusak dengan membabi-buta.
Bila saat ini pemerintah mengecam penebangan liar, termasuk yang mengatasnamakan industri, rasanya agak telat karena saat ini terlanjur hutan sudah rusak parah.
Dengan kondisi hutan saat ini tentu bukan hal yang mengejutkan, kerugian akibat perbuatan yang merusak lingkungan tersebut mencapai Rp 83 miliar atau Rp 30,3 triliun per tahun.
Tentu jumlah hitungan yang sangat besar tersebut lari ke bukan tempatnya. Banyak kantong oknum pejabat, oknum aparat, dan oknum yang lainnya yang sangat diuntungkan dengan kondisi ini.
Untuk masalah ini seharusnya penguasa yang bicara dan bertindak. Rasanya karena Indonesia sudah terlanjur dicap sebagai Negara yang sama sekali tidak bersahabat dengan alam, pemerintan harus sigap bertindak dengan menjaga alam.
Ini tidak, drama rusaknya hutan dan alam ini seperti drama panjang dengan episode yang tidak terputus. Tiba-tiba pemerintah seperti terkejut saat kondisi hutan sudah rusak parah, kemudian terlupakan lagi. Kemudian muncul lagi berita tentang banjir bandang, lalu mengucapkan ada kata prihatin tanpa sama sekali bertindak tegas untuk orang yang merusak alam. Sampai kapan ini akan terus terjadi?
Warga Pagaralam tentu tak mau kondisi hutan di daerah mereka semakin rusak parah, karena dampak buruk karenanya sudah bisa dilihat. Belum terlambat untuk memperbaikinya. Peduli dengan alam intinya dan ketegasan bagi yang merusak hutan. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar