Agus Harizal Alwie Tjikmat / Pimpinan Umum Pimpinan Redaksi |
ANGKUTAN batubara dari wilayah eksplorsi di Lahat menuju dermaga atau pelabuhahan di daerah Tanjung Api-api Banyuasin mendesak untuk dilakukan penertiban. Makin lama truk angkutan batubara ini makin membuat rakyat atau pengguna jalan tersiksa. Kemacetan berjam-jam yang disebabkan atrian truk yang melintas membuat kerugian untuk semua pihak.
Terhadap permasalahan ini Gubernur Sumsel Ir H Alex Noerdin sudah turun tangan dengan melarang truk muatan 40 ton dilarang melintas, tetapi praktek di lapangan ternyata berbeda. Ada juga solusi, truk yang memuat batubara melewati jalun jalan kebun sawit. Tetapi semua solusi tersebut tak memecahkan masalah. Antrean truk batubara tetap menjadi masalah.
Saat ini masalah truk batubara sudah sangat memprihatinkan, semua orang terkena imbas negatifnya. Padahal dalam undang-undang lalulintas yang memuat bahan tambang dilarang menggunakan jalur jalan umum.
Inilah kondisi yang terjadi sekarang, buah dari eforia otonomi daerah dimana bupati atau kepala daerah berhak mengluarkan izin Kuasa Pertambangan (KP).
Memang setelah Otonomi Daerah ditetapkan dan berlaku, banyak efek positif untuk kemajuan daerah. Bila selama ini banyak keputusan atau segala sesuatunya harus ditetapkan pemerintah pusat atau pemerintah provinsi, kini setelah Otoda pemerintah daerah tingkat II diberi kuasa penuh untuk membuat keputusan.
Salah satu poin yang yang boleh diputuskan pemerintah daerah adalah masalah Kuasa Pertambangan (KP). Pemerintah Daerah (Pemda) diberikan kewenangan untuk mengeluarkan izin KP. Ini salah satu tujuannya agar panjangnya rantai birokrasi bisa dipersingkat.
Ternyata emosi sesaat untuk memanfaatkan bahan galian yang tak didukung dengan infrastruktur berbuah buruk. Rakyat harus menelan pil pahit, dimana kerusakan jalan terus terjadi sepanjang tahun dan macet yang semakin parah. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar