BATURAJA,SN
Praktik pungutan liar dan penggelembungan biaya di sektor pendidikan dan kesehatan terhadap warga tak mampu masih marak terjadi di Kabupaten Lahat.
Contohnya yang terjadi di SD Negeri 22 Kabupaten OKU dan di RSUD Ibnu Sutowo Baturaja. Sejumlah wali murid di SDN 22 mengaku kecewa lantaran pihak sekolah membebankan pungutan dana untuk acara perpisahan empat orang guru yang berpindah tugas ke sekolah lain. Uang pungutan itu sebesar Rp20.000 per siswa. Pungutan tersebut diwajibkan kepada 200 siswa di sekolah tersebut.
“Saya merasa keberatan jika per siswa dibebankan pungutan dana sebesar Rp20.000, anak saya dua orang yang bersekolah di sana,artinya saya harus mengeluarkan uang Rp40.000 untuk keperluan acara perpisahan guru yang pindah tugas,” kata RD,wali murid, kemarin. Lantaran pungutan tersebut bersifat wajib,selaku orang tua, RD terpaksa memenuhi permintaan anaknya. Kepala SD Negeri 22 OKU Adi Warti mengklaim, pungutan dilakukan setelah pihak sekolah meminta izin Komite Sekolah. Dia juga membantah iuran tersebut bersifat wajib.Adi Warti menegaskan, pihaknya tidak pernah memaksa para murid untuk membayar uang tersebut.
“Yang tidak membayar ya gakapa-apa karena tidak ada pemaksaan sama sekali dari pihak kami,”pungkasnya. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten OKU Tarmizi mengatakan, jika bentuknya pungutan, pihaknya sangat menyayangkan hal itu. Namun, jika itu hanya berbentuk sumbangan, tidak jadi masalah karena pemerintah pusat tidak pernah melarang sumbangan.
Pasien Miskin Masih Dibebani Tagihan
Sementara itu, praktik penggelembungan biaya obat dialami seorang pasien dari keluarga kurang mampu. Bustomi, 26,warga Blandang Baturaja ini sebelumnya mengalami kecelakaan dan terpaksa dilarikan ke RSUD Ibnu Sutowo Baturaja pada Jumat (7/10).Namun, meski mengalami luka cukup serius,pasien pengguna Jaminan Sosial Kesehatan Masyarakat (Jamsoskesmas) ini meminta tim medis untuk melakukan rawat jalan.
“Lantaran kami minta pulang ke rumah (untuk rawat jalan), kami digolongkan pasien umum yang harus membayar semua tagihan rumah sakit,termasuk obat yang sudah dipakai. Sebagai keluarga pasien, hal itu pun kami penuhi,”beber Jumheri,keluarga pasien yang saat itu bertanggung jawab atas biaya pengobatan Bustomi. Hal yang cukup memberatkan yakni pasien dibebani biaya secara berlebihan oleh oknum pegawai RSUD Ibnu Sutowo Baturaja dengan menuliskan jumlah obat yang justru tidak digunakan pasien. “Masa kita pakai infus satu, tapi ditulis tiga, belum lagi obat-obatan lain yang harus kita bayar,”katanya.
Dia mengungkapkan,terdapat beberapa item yang harus dibayarkan, antara lain biaya perawatan Rp390.000, dua resep dokter dengan total jumlah Rp257.000. Atas kejadian yang menimpa keluarganya, dia menilai standar operasional pelayanan (SOP) yang digunakan oknum rumah sakit milik pemerintah tersebut sangat tidak jelas dan membebani pasien.“Yang jelas di sini kami sebagai keluarga pasien merasa sangat dirugikan. Ini baru satu kasus yang ketahuan. Tak menutup kemungkinan banyak pasien lain yang mengalami hal serupa,” katanya.
Terpisah, Kepala Bagian Umum RSUD Ibnu Sutowo Baturaja Turipno menjelaskan, pasien berobat gratis yang minta keluar paksa memang dikenakan biaya perawatan selama di rumah sakit. Namun, biaya tersebut tak termasuk obatobatan. “Pasien yang bersangkutan digolongkan pasien umum lantaran dia meminta untuk keluar dari rumah sakit. Untuk keluar rumah sakit harus ada penandatanganan dari keluarga pasien yang bertanggung jawab dan memang harus bayar biaya ruang dan perawatan.
Soal obat-obatan yang harus bayar itu tidak dibenarkan. Untuk itu, kami akan melakukan kroscek kepada kepala perawat di rumah sakit ini,” jelasnya. (erw/sind)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar