ilust |
Sejumlah warga desa babat kecamatan Babat Supat Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) memblokir lahan yang siap dijadikan akses jalan perusahaan. Hal ini dikarenakan belum adanya kata sepakat antara pemilik lahan yang mengklaim dengan pihak perusahaan.
Warga terpaksa membuat patok kayu berbentuk pagar agar armada perusahaan tidak dapat melewati jalan tersebut. Kondisi tersebut sudah terjadi sejak beberapa bulan yang lalu. Warga Babat, Fauzi yang merupakan adik ipar Zulkarnain sebagai pemilik lahan yang diduga diserobot itu meminta agar pihak perusahaan menyelesaikan ganti rugi lahan karena tanpa ada kata sepakat pihak perusahaan membuat jalan di lahannya. “Kejadian ini sudah kita laporkan ke kades supat dan sedang ditindaklanjuti pihak kecamatan,” ungkap Fauzi saat dihubungi kemarin.
Menurut Fauzi, sedang tiga bulan lalu pihak PT Baturona mulai merintis membuat jalan perusahaan untuk transportasi ke lokasi tambang. Jalan yang dibuat kebetulan melewati tanah milik Zulkarnain. Namun setelah diingatkan pihak perusahaan tetap saja melakukan pengerasan jalan dengan alat berat. Merasa lahannya diserobot Zulkarnain dan keluarganya memperotes kebijakan PT Baturona. “Kita terpaksa pasang merk bahwa itu tanah kita. Mereka (PT Baturona) secepatnya dapat membayar ganti rugi ke kami,” bebernya.
Adapun luas areal lahan yang diklaim keluarga Zulkarnain yakni sepanjang 250 meter dan lebar 30 meter. Lahan tersebut menurut Fauzi merupakan lahan milik keluarga secara turun menurun.
“Sebulan yang lalu kita sudah pasang pagar di lahan sengketa itu. Tapi mobil perusahaan menerobosnya. Kali ini kita pasang lagi sampai ada kata sepakat,” jelasnya.
Meskipun persoalan itu sudah dilaporkan ke kades untuk disampaikan pihak perusahaan PT Baturona namun sampai sekarang belum penyelesaian yang pasti. Bahkan jelas Fauzi, kades turut mendukung untuk sementara jalan akses itu ditutup sementara sampai ada perundingan bersama. “Sampai saat ini belum ada kejelasan dari pihak Baturona,” katanya.
Sementara itu, Manajer PT Baturona Dedy saat dikonfirmasi belum mengetahui secara pasti ada protes dari masyarakat di desa Supat. Pihaknya sementara masih meneliti lebih lanjut. Hanya saja diakui tumpang tindih lahan operasional perusahaan dengan lahan masyarakat kerap terjadi. Namun pihak perusahaan tidak berani mengoperasikan jika lahan masih dalam perundingan. “Terkadang meski sudah dibebaskan namun ada saja yang mengaku-ngaku tanah miliknya. Untuk itu dia masih meneliti lebih lanjut,” tegasnya.
Kepala Dinas Pertambangan dan Pengembangan Energi (Distamben) Kabupaten Muba, H Zulfakar mengatakan sesuai aturan UU No 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara jika perusahaan pertambangan harus menyelesaikan masalah pertanahan sebelum melakukan operasionalnya. Namun kondisi dilapangan jelas Zulfakar terkadang sulit dan berbelit-belit, banyak surat tanah berupa SPH sehingga kekuatanan hukum masih lemah. Dan setelah diganti rugi ada saja warga lagi yang mengakuinya. “Inilah masalah kita tumpang tindih lahan perusahaan dan perkebunan rakyat selalu terjadi,” imbuhnya. (her)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar