Pagaralam, SN
Cuaca ekstrem yang terjadi tahun ini cukup berpengaruh dengan buah kopi sehingga pendapatan petani menurun drastis dan dapat dipastikan akan mengalami gagal panen. Penurunan hasil panen kopi juga dapat dilihat dari peningkatan aksi kriminalitas yang terjadi diberbagai daerah.
Menurut Murniyati (47) petani kopi Desa Pajar Teinggi, Kecamatan Pajarbulan, Kabupaten Lahat, sebagian besar penduduk di Pagaralam dan Lahat cukup tergantung dari hasil buah kopi, tentunya bila kondisi hasil panen sedikit dapat berpengaruh dengan kondisi perekonomian.
“Tahun ini hasil panen kopi sangat mengecewakan karena pengaruh kondisi cuaca. Ai empai tau ini lah buah kopi ni kurang nian buahe, ame tau-tau nek lah udem empuk buahe kurang anye dide luk tau ini, awak barang –barang nek di dapue mahal gale, ame barang-barang di dapue murah lemak kina ade kawe dek bebuah kebutuhan di dapue mahal gale kah luk mane nian idup ni tambah tau tambah sare saje,” keluhnya dengan bahasa Pagaralam yang kental.
Dikatakannya, memang di Pagaralam kebanyakan masyarakatnya menanam kopi sebagai tanaman andalan dan juga termasuk peninggalan nenek moyang. Namun demikian baru sebagian kecil masyarakat yang menggantinya dengan menanam kakao.
“Kebetulan tanaman kakao juga cocok di tanam di dataran tinggi seperti Pagaralam, kemudian hasil buahnya juga tidak harus menunggu lama seperti kopi yang harus menunggu satu tahun baru bisa dipanen,” ungkapnya.
Salah satu agen kopi Pagaralam, H Pandim mengatakan, tahun ini memang buah kopi di Pagaralam kurang sehingga hasil panen turun drastis, kondisi ini tentunya sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya walaupun harganya agak mahal.
“Buah kopi memang tahun ini sangat –sangat kurang, sehingga karyawan-karyawan yang bekerja dengan saya banyak dirumahkan karena tidak ada pekerjaan. Kalau tahun sebelumnya hasil panen petani meningkat sehingga membutuhkan tenaga kerja yang banyak tidak seperti yang terjadi saat ini,” ujar Pandim.
Lanjutnya, tahun lalu bisa terkumpul biji kopi dari masyarakat Pagaralam sebanyak 100 ton, tapi sekarang hanya sekitar 60 ton, padahal harga berkisar Rp16.000 hingga Rp17.000 per kilogram.
“Sepanjang hidupku baru kali ini buah kopi turun drastis, sejak tahun 1983 sampai saat ini saya bisnis,” ungkapnya.
Terpisah Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan Pengelolaan Pasar, Yapani rachim, SIP MM, mengatakan, memang begitu besar pengaruh iklim tahun ini terhadap tanaman kopi, sehingga kondisi ini cukup dirasakan petani kopi.
“Penurunan buah kopi cukup meresahkan petani karena tidak dapat menutupi kebutuhan sehari-hari dari hasil jual biji tanaman andalan ekspor Pagaralam ini. Belum lagi untuk membiaya sekolah bagi anak. Padahal harga kopi saat ini cukup tinggi namun tidak dapat diandalkan untuk tahun ini,” ungkapnya. (asn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar